Pesta
Pernikahan sebagai Contoh Manusia “makhluk sosial”
Pesta
pernikahan adalah hari yang dirayakan
dengan pesta atau pun syukuran atas mereka yang telah mendapatkan pasangan
hidup baik laki maupun perempuan, dengan
unsur kemewahan ataupun ksederhanaan. Di balik meriahnya acara pesta bagi seseorang yang menjadi Raja ataupun Ratu
dalam pesta ini, terlintas dibenak saya bahwa tidak akan mungkin dia “orang
yang merayakan pesta” bisa membuat pesta sesuai apa yang ingin dia rencanakan
dan berlangsung sukses acaranya hingga selesai. Keadaan pesta pernikahan ini
tidak terlepas dari bantuan teman-teman sesama manusia, dengan kata lain bahwa
dia dibanntu oleh orang lain untuk mensukseskan acaranya. Bila kita lihat
orng-orang yang melangsungkan pesta pernikahan, tetangga-tetangga dan
teman-temanya dari jauh-jauh hari telah membantu pihak yang mengadakan acara
pesta baik itu secara finansial, tenaga maupun mental. Pertolongan-pertolongan
yang diberikan pun dari mereka yang menolong tanpa mengharapkan imbalan apa
pun, melainkan wujud solidaritas mereka sebagai makhluk sosial dan Mindset
mereka yang menganggap bahwa mereka pasti juga akan berada dipihak yang
ditolong dan maka dari itu mereka tanpa pamrih menolong pihak yang mengadakan.
Jika
kita lihat dalam berlangsungnya pesta pernikahan seseorang, maka terlihat bahwa
tersusun rapinya struktur kepanitaan dalam pesta itu, baik itu adanya yang
mencuci piring, menyambut tamu, mengasih souvenir, menjaga tempat makan, perias
pengantin, pengipas pengantin, pemasak, juru bicara, hingga orang yang
mengambil piring bekas orang makan. Dari peristiwa seperti inilah kita dapat menganggap bahwa diri kita
adalah bagian dari diri orang lain atau bisa dikatakan bahwa manusia adalah
makhluk sosial, yaitu selalu membutuhkan uluran tangan orang lain demi
kelangsungan hidupnya. Bisa kita bayangkan jika dia” yang menjalani pesta”
dalam menjalani kehidupan hidup serba mementingkan diri sendiri, menganggap
tidak membutuhkan bantuan orang lain, tidak pernah bercengkramah dengan sesama tentangga
ataupun dia putus hubungan dengan saudra lain hingga dia hidup sendiri. Maka apakah
pesta itu terlaksanakan?.saya rasa tidak
mungkin, bagaimana dia mau menngadakan acara itu jika elemen-elemen dalam petsa
pernikahan itu tidak ada yang membantu, apakah dia bisa mengerjakanya sendiri?.
Jawabanya sekali lagi tidak, pikiran logisnya, dia yang menjadi raja atau ratu
dalam acara itu bagaimana dia bisa melakukan aktivitas-aktivitas semua itu
yaitu mencuci piring, menyambut tamu dan lain-lain. Mungkin dia bisa
melakukanya kalau dia mempunyai kekuatan “Super Magic” dan hal itu pun
mustahil.
Dari
peristiwa inilah kita dapat mengambil
pelajaran bahwa dalam menjalani kehidupan kita tidak boleh hanya memikirkan
diri sendiri, karena tertulis jelas dalam garis kehidupan bahwa kita akan
selalu membutuhkan bantuan orang lain. Wujud tindakan yang tidak mementingkan
diri sendiri pun banyak, contoh : jika pak rt menyuruh gotong royong pada hari libur dan pada saat
malamnya kkita baru datang dari tugas luar kota, kita merasa lelah sekali dan
ingin istirahat karena besok bekerja lagi. ini lah tindakan yang salah, sehrusnya kita membantu dan membiarkan istirahat terambil oleh
kegiatan sosial ini, setelah kegiatan ini selesai barulah dilanjutkan kembali. Karena
gotong royong tidak akan mengahbiskan waktu berhari-hari, paling lama hanya
samppai jam 11.00 dari mulainya jam 06.00. contoh lagi: selalu ikut dalam acara
kepanitiaan pesta pernikahan, rapat dengan kepala desa juga selalu mementingkan
kehidupan sosial di masyarakat dibandingkan kehidupan peribadi. Maka jika
tindakan ini dilaksanakan tidak aka nada namanya manusia yang kesepiaan dalam
menjalani kehidupan tapi selalu penuh dengan kebersamaan dalam menjalai
kehidupan.
Karakter
atau sipat dalam diri seseorang memang
berbeda-beda dalam kehidupan, ada yang selalu ramah, acuh, murah senyum dan
banyak lagi corak-corak karakter
manusia. Namun inilah nikmat yang diberikan dari tuhan kepada kita bahwa setiap
bagian dari diri kita itu tidak akan sama baik fisik maupunn jiwanya. Namun dengan
hal ini kita membangun “universal Toleransi”, yaitu kita menjalani kehidupan
penuh kehati-hatian karena takut menyinggung seseorang ataupun membuat
seseorang marah. Dengan multicultural karakter dari setiap manusia, kita adanya
keberagaman dalam kehidupan baik dari bentuk fisik maupun karakter, hal inilah
yang akan memperkuat solidaritas bukan menimbulkan perpecahan. Sikap egois
adalah karakter yangpaling berbahaya, karena ini akan membuat perpecahan. Sikap ini harus diberantas dengan menanamkan “rasa
takut”, takut akan tidak punya teman dan takut akan kehidupan kesendiriann. Dengan
menanamkan rasa takut pada diri seseorang, kita
akan merasakan keharmonisaan dan keberagaman dari setiap manusia hingga
mmenciptakan dalam diri manusia seperti peritiwa pesta pernikahan yang
susunanya jelas dan menghormati satu sama lain tapi tetap mencapai satu tujuan
yaitu kesuksesan