Minggu, 19 April 2015

Pesta Pernikahan sebagai Contoh Manusia “makhluk sosial”
Pesta pernikahan adalah  hari yang dirayakan dengan pesta atau pun syukuran atas mereka yang telah mendapatkan pasangan hidup baik laki maupun perempuan,  dengan unsur kemewahan ataupun ksederhanaan. Di balik meriahnya acara pesta  bagi seseorang yang menjadi Raja ataupun Ratu dalam pesta ini, terlintas dibenak saya bahwa tidak akan mungkin dia “orang yang merayakan pesta” bisa membuat pesta sesuai apa yang ingin dia rencanakan dan berlangsung sukses acaranya hingga selesai. Keadaan pesta pernikahan ini tidak terlepas dari bantuan teman-teman sesama manusia, dengan kata lain bahwa dia dibanntu oleh orang lain untuk mensukseskan acaranya. Bila kita lihat orng-orang yang melangsungkan pesta pernikahan, tetangga-tetangga dan teman-temanya dari jauh-jauh hari telah membantu pihak yang mengadakan acara pesta baik itu secara finansial, tenaga maupun mental. Pertolongan-pertolongan yang diberikan pun dari mereka yang menolong tanpa mengharapkan imbalan apa pun, melainkan wujud solidaritas mereka sebagai makhluk sosial dan Mindset mereka yang menganggap bahwa mereka pasti juga akan berada dipihak yang ditolong dan maka dari itu mereka tanpa pamrih menolong pihak yang mengadakan.
Jika kita lihat dalam berlangsungnya pesta pernikahan seseorang, maka terlihat bahwa tersusun rapinya struktur kepanitaan dalam pesta itu, baik itu adanya yang mencuci piring, menyambut tamu, mengasih souvenir, menjaga tempat makan, perias pengantin, pengipas pengantin, pemasak, juru bicara, hingga orang yang mengambil piring bekas orang makan. Dari peristiwa seperti  inilah kita dapat menganggap bahwa diri kita adalah bagian dari diri orang lain atau bisa dikatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu selalu membutuhkan uluran tangan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Bisa kita bayangkan jika dia” yang menjalani pesta” dalam menjalani kehidupan hidup serba mementingkan diri sendiri, menganggap tidak membutuhkan bantuan orang lain, tidak pernah bercengkramah dengan sesama tentangga ataupun dia putus hubungan dengan saudra lain hingga dia hidup sendiri. Maka apakah pesta itu  terlaksanakan?.saya rasa tidak mungkin, bagaimana dia mau menngadakan acara itu jika elemen-elemen dalam petsa pernikahan itu tidak ada yang membantu, apakah dia bisa mengerjakanya sendiri?. Jawabanya sekali lagi tidak, pikiran logisnya, dia yang menjadi raja atau ratu dalam acara itu bagaimana dia bisa melakukan aktivitas-aktivitas semua itu yaitu mencuci piring, menyambut tamu dan lain-lain. Mungkin dia bisa melakukanya kalau dia mempunyai kekuatan “Super Magic” dan hal itu pun mustahil.
Dari peristiwa inilah kita dapat  mengambil pelajaran bahwa dalam menjalani kehidupan kita tidak boleh hanya memikirkan diri sendiri, karena tertulis jelas dalam garis kehidupan bahwa kita akan selalu membutuhkan bantuan orang lain. Wujud tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri pun banyak, contoh : jika pak rt menyuruh  gotong royong pada hari libur dan pada saat malamnya kkita baru datang dari tugas luar kota, kita merasa lelah sekali dan ingin istirahat karena besok bekerja lagi. ini lah tindakan yang salah,  sehrusnya kita membantu  dan membiarkan istirahat terambil oleh kegiatan sosial ini, setelah kegiatan ini selesai barulah dilanjutkan kembali. Karena gotong royong tidak akan mengahbiskan waktu berhari-hari, paling lama hanya samppai jam 11.00 dari mulainya jam 06.00. contoh lagi: selalu ikut dalam acara kepanitiaan pesta pernikahan, rapat dengan kepala desa juga selalu mementingkan kehidupan sosial di masyarakat dibandingkan kehidupan peribadi. Maka jika tindakan ini dilaksanakan tidak aka nada namanya manusia yang kesepiaan dalam menjalani kehidupan tapi selalu penuh dengan kebersamaan dalam menjalai kehidupan.
Karakter atau sipat dalam diri seseorang  memang berbeda-beda dalam kehidupan, ada yang selalu ramah, acuh, murah senyum dan banyak lagi corak-corak  karakter manusia. Namun inilah nikmat yang diberikan dari tuhan kepada kita bahwa setiap bagian dari diri kita itu tidak akan sama baik fisik maupunn jiwanya. Namun dengan hal ini kita membangun “universal Toleransi”, yaitu kita menjalani kehidupan penuh kehati-hatian karena takut menyinggung seseorang ataupun membuat seseorang marah. Dengan multicultural karakter dari setiap manusia, kita adanya keberagaman dalam kehidupan baik dari bentuk fisik maupun karakter, hal inilah yang akan memperkuat solidaritas bukan menimbulkan perpecahan. Sikap egois adalah karakter yangpaling berbahaya, karena ini akan membuat perpecahan.  Sikap ini harus diberantas dengan menanamkan “rasa takut”, takut akan tidak punya teman dan takut akan kehidupan kesendiriann. Dengan menanamkan rasa takut pada diri seseorang, kita  akan merasakan keharmonisaan dan keberagaman dari setiap manusia hingga mmenciptakan dalam diri manusia seperti peritiwa pesta pernikahan yang susunanya jelas dan menghormati satu sama lain tapi tetap mencapai satu tujuan yaitu kesuksesan